4.2 Article

Migration, Moralities and Moratoriums: Female Labour Migrants and the Tensions of Protectionism in Indonesia

期刊

ASIAN STUDIES REVIEW
卷 42, 期 1, 页码 89-106

出版社

ROUTLEDGE JOURNALS, TAYLOR & FRANCIS LTD
DOI: 10.1080/10357823.2017.1408571

关键词

Foreign domestic workers; Indonesia; morality; gendered migration; migration policy; Singapore

资金

  1. Asia Research Institute at the National University of Singapore

向作者/读者索取更多资源

Women constitute the majority of Indonesia's overseas labour migrants, with most employed as foreign domestic workers. A range of gendered moral discourses underpin women's roles as domestic workers abroad. These moralities are fuelled by media images of abuse and exploitation of domestic workers, as well as anxieties regarding women's perceived sexual autonomy overseas. Indonesian women's overseas labour migration therefore creates persistent moral dilemmas in terms of both women's safety and sexuality in destination countries. Consequently, the Indonesian government called for a moratorium on domestic workers migrating abroad, intended to begin in 2017, but since retracted. This article explores the gender-specific moralities embedded in the planned moratorium as they applied to female, low-skilled labour migrants. Drawing on ethnographic fieldwork conducted among domestic workers in Singapore and in a migrant-sending community in East Java, I explore the nexus between state-based paternal protectionism and women's own views of the gendered moralities that frame their overseas employment. I argue that the moratorium that ostensibly aimed to protect domestic workers exemplifies state-based projects designed to convey concern for migrant women's welfare and rights. The article also examines how women negotiate moral tensions of protectionism as they pursue work abroad. Mayoritas TKI di luar negeri merupakan perempuan, yang sebagian besar bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Berbagai wacana moral yang berhubungan dengan gender muncul berkenaan dengan peran wanita sebagai pekerja rumah tangga di luar negeri. Wacana moral ini disebabkan oleh pencitraan media tentang pelecehan dan eksploitasi pekerja rumah tangga, serta kecemasan berkenaan dengan otonomi seksual yang dirasakan perempuan di luar negeri. Oleh sebab itu, migrasi para tenaga kerja Indonesia menimbulkan dilema yang berkepanjangan, baik dalam hal keselamatan maupun seksualitas perempuan di negara tujuan. Akibatnya, pemerintah Indonesia menyerukan sebuah moratorium terhadap para pekerja rumah tangga di luar negeri, yang dimaksudkan untuk dimulai pada tahun 2017, akan tetapi telah dibatalkan. Artikel ini membahas moralitas, secara spesifik yang berkenaan dengan gender, yang tertuang di dalam rencana moratorium yang diterapkan kepada para pekerja migran perempuan dengan keterampilan rendah. Melihat dari gambaran etnografi penelitian lapangan yang dilakukan terhadap para pekerja rumah tangga di Singapura dan sebuah komunitas pengirim migran di Jawa Timur, saya mempelajari hubungan proteksionisme paternal berbasis negara dan pandangan perempuan itu sendiri dalam hal moralitas gender yang menggambarkan pekerjaan mereka di luar negeri. Saya berpendapat bahwa moratorium tersebut tidak lebih dari retorika pemerintah untuk menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan hak pekerja migran perempuan. Selain itu, artikel ini juga meneliti bagaimana perempuan menegosiasikan tekanan moral tentang proteksionisme saat mereka bekerja di luar negeri. Perempuan merupakan mayoritas TKW di luar negeri, yang sebagian besar dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga di luar negeri. Berbagai wacana moral gender mencakup peran perempuan sebagai pekerja rumah tangga di luar negeri. Moralitas ini didorong oleh citra media tentang pelecehan dan eksploitasi pekerja rumah tangga, serta kecemasan mengenai otonomi seksual yang dirasakan perempuan di luar negeri. Oleh karena itu, migrasi tenaga kerja wanita di luar negeri membuat dilema moral yang terus-menerus baik dalam hal keselamatan dan seksualitas perempuan di negara tujuan. Akibatnya, pemerintah Indonesia meminta moratorium terhadap pekerja rumah tangga yang bermigrasi ke luar negeri, yang dimaksudkan untuk dimulai pada tahun 2017, namun sejak dicabut. Artikel ini membahas moralitas spesifik gender yang tercakup dalam moratorium yang direncanakan karena diterapkan pada pekerja migran perempuan berketerampilan rendah. Menggambar penelitian lapangan etnografis yang dilakukan di antara pekerja rumah tangga di Singapura dan di sebuah komunitas pengirim migran di Jawa Timur, saya mengeksplorasi hubungan antara proteksionisme paternal berbasis negara dan pandangan perempuan tentang moralitas gender yang menandai pekerjaan di luar negeri mereka. Saya berpendapat bahwa moratorium yang seolah-olah bertujuan untuk melindungi pekerja rumah tangga, mencontohkan proyek berbasis negara yang dirancang untuk menyampaikan kepedulian terhadap kesejahteraan dan hak perempuan migran. Pada gilirannya artikel tersebut juga meneliti bagaimana wanita menegosiasikan ketegangan moral proteksionisme saat mereka bekerja di luar negeri.

作者

我是这篇论文的作者
点击您的名字以认领此论文并将其添加到您的个人资料中。

评论

主要评分

4.2
评分不足

次要评分

新颖性
-
重要性
-
科学严谨性
-
评价这篇论文

推荐

暂无数据
暂无数据